Pengadaan Jas Almamater Kampus, yang Menang Relatif Itu-Itu Saja. Mengapa Bisa Terjadi?

Konveksi Jas Almamater

Pengadaan jas almamater merupakan agenda rutin di hampir setiap perguruan tinggi. Bagi mahasiswa baru, momen mendapatkan jas kebanggaan adalah penanda resmi menjadi bagian dari komunitas akademik. Namun, jika kita amati lebih saksama, seringkali dalam proses tender atau pemilihan vendor pengadaan jas almamater, nama-nama pemenang terkesan “itu-itu saja”. Mengapa fenomena ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor kompleks yang berkontribusi pada situasi ini.

1. Reputasi dan Pengalaman yang Teruji

Salah satu alasan utama mengapa vendor lama seringkali kembali terpilih adalah reputasi dan pengalaman yang telah teruji. Kampus cenderung memilih vendor yang sudah memiliki rekam jejak yang baik dalam menyediakan jas almamater berkualitas, tepat waktu, dan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pengalaman sebelumnya memberikan rasa aman dan mengurangi risiko terjadinya masalah dalam proses produksi atau kualitas produk. Vendor yang sudah lama berkecimpung di dunia ini biasanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang standar kualitas, bahan yang sesuai, dan detail desain jas almamater.

2. Jaringan dan Hubungan yang Terjalin

Vendor yang sudah lama menjadi mitra kampus kemungkinan besar telah membangun jaringan dan hubungan yang kuat dengan berbagai pihak terkait di dalam institusi. Hubungan baik ini bisa memudahkan komunikasi, negosiasi, dan kelancaran proses pengadaan. Keakraban dan pemahaman akan birokrasi kampus juga menjadi keuntungan tersendiri bagi vendor lama. Terkadang, hubungan personal yang terjalin selama bertahun-tahun juga dapat memengaruhi keputusan pemilihan vendor.

3. Skala Produksi dan Kapasitas

Pengadaan jas almamater seringkali melibatkan skala produksi yang besar, terutama untuk universitas dengan ribuan mahasiswa baru setiap tahunnya. Vendor yang sudah berpengalaman biasanya memiliki skala produksi dan kapasitas yang memadai untuk memenuhi permintaan dalam jumlah besar dan waktu yang terbatas. Mereka telah memiliki infrastruktur, sumber daya manusia, dan rantai pasok yang mapan, sehingga kampus merasa lebih yakin akan kemampuan mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

4. Pengetahuan Mendalam tentang Spesifikasi

Setiap kampus biasanya memiliki spesifikasi desain, bahan, dan kualitas jas almamater yang khas. Vendor yang sudah pernah bekerja sama dengan kampus tersebut tentu memiliki pengetahuan mendalam tentang spesifikasi ini. Mereka tidak perlu lagi beradaptasi atau melakukan penyesuaian yang signifikan, sehingga menawarkan efisiensi waktu dan potensi kesalahan yang lebih kecil dibandingkan vendor baru.

5. Kepercayaan dan Minimnya Risiko

Bagi pihak kampus, memilih vendor yang sudah dikenal dan terpercaya dianggap sebagai langkah yang lebih aman dan minim risiko. Mengganti vendor berarti menghadapi potensi ketidakpastian terkait kualitas, waktu pengerjaan, dan layanan purna jual. Keengganan untuk mengambil risiko, terutama dalam hal yang menyangkut identitas dan citra kampus, seringkali menjadi pertimbangan utama.

6. Proses Tender yang Kurang Transparan atau Kompetitif

Meskipun idealnya proses tender pengadaan jas almamater bersifat terbuka dan kompetitif, dalam praktiknya, terkadang terdapat kekurangan dalam transparansi atau persaingan. Informasi tender mungkin tidak tersebarluas, atau persyaratan yang diajukan cenderung menguntungkan vendor tertentu yang sudah dikenal. Selain itu, potensi adanya praktik kolusi atau nepotisme juga tidak bisa sepenuhnya diabaikan, meskipun sulit untuk dibuktikan.

7. Hambatan bagi Vendor Baru

Vendor baru seringkali menghadapi berbagai hambatan untuk dapat bersaing dalam pengadaan jas almamater kampus. Mereka belum memiliki rekam jejak yang kuat di mata kampus, belum memiliki jaringan yang luas, dan mungkin kesulitan untuk memenuhi skala produksi yang besar. Selain itu, kurangnya pemahaman mendalam tentang spesifikasi khusus kampus juga menjadi tantangan tersendiri.

Implikasi dan Harapan

Fenomena “pemenang itu-itu saja” dalam pengadaan jas almamater kampus dapat menimbulkan beberapa implikasi. Kurangnya persaingan dapat menghambat inovasi dalam desain, kualitas, atau harga. Kampus mungkin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penawaran yang lebih baik dari vendor baru yang potensial.

Untuk menciptakan proses pengadaan yang lebih sehat dan kompetitif, beberapa hal dapat dipertimbangkan:

  • Transparansi Proses Tender: Memastikan informasi tender tersebarluas dan persyaratan yang diajukan jelas dan objektif.
  • Kriteria Penilaian yang Adil: Menggunakan kriteria penilaian yang tidak hanya berfokus pada pengalaman masa lalu, tetapi juga mempertimbangkan kualitas proposal, harga yang kompetitif, dan inovasi yang ditawarkan.
  • Memberikan Kesempatan bagi Vendor Baru: Menerapkan kebijakan yang memberikan kesempatan yang adil bagi vendor baru untuk berpartisipasi, misalnya dengan mengadakan presentasi atau uji sampel.
  • Evaluasi Vendor Secara Berkala: Melakukan evaluasi kinerja vendor secara berkala dan tidak terpaku pada satu vendor dalam jangka waktu yang terlalu lama.

Dengan proses pengadaan yang lebih transparan dan kompetitif, diharapkan kampus dapat memperoleh jas almamater dengan kualitas terbaik dan harga yang paling sesuai, sekaligus memberikan kesempatan yang lebih luas bagi berbagai vendor untuk berkontribusi. Pada akhirnya, tujuannya adalah mendapatkan jas almamater yang membanggakan bagi seluruh civitas akademika.